Selasa, 09 April 2013

TRAFFIC'jam



Basah, berisik dan panas. Kurang lebih seperti itulah Bandung di musim hujannya beberapa tahun ini. Dingin yang membuat gemetar dan linu hingga sendi dan tulang hanya tinggal sejarah saja. Mall dan Factory outlet serta distro dimana mana dan mengundang sejumlah besar pelancong dari luar kota untuk menambah rasa gerah dan geruh. Kepemilikan atas mobil dan motor pribadi juga menjamur, dan menambah lagi kepadatan kota serta jalan jalan dan jalan raya.
 “Gua area sini bareng Rei.” Kataku setengah berteriak pada Melia, Janus dan Randi yang berkumpul diseberang jalan pada posisi mereka.
Posisi yang kumaksud adalah lengan simpang jalan yang jadi kewajiban kami untuk diteliti. Penelitian yang bertemakan perilaku pengemudi di persimpangan tak bersinyal seperti simpang lima lengan yang terdiri dari 2 lengan jalan Belitung dan 3 lengan jalan Lombok ini. Dimana banyak permasalahan dapat terjadi di titik ini dimulai dari kemacetan pada umumnya hingga kecelakaan kendaraan yang disebabkan oleh kesembronoan pengemudi itu sendiri. Gap, crossing, merging adalah sebagian kecil hal hal umum yang di buat khusus oleh keegoisan para pemilik kendaraan di situasi seperti ini. Gap yang menyebabkan senggolan kendaraan, crossing yang berakibat macetnya jalan, serta merging yang membuat antrian panjang kendaraan, itu semua hal yang tak seharusnya terjadi bila kesadaran tentang perilaku pantas mengemudi masih diampu.
Raihan memeriksa cam recordernya. Salah satu alat yang kami pegang masing masing untuk dapat merekan kejadian demi kejadian yang sudah seharusnya kami awasi. Perilaku seorang pengemudi saat ada celah untuk melakukan gap atau menyalip diantara 2 kendaraan yang berjarak cukup untuk dilewati ukuran kendaraannya, saat harus crossing atau berbelok ke sebelah kanan, serta saat merging yaitu memasuki antrian kendaraan didepannya atau menyatu di suatu ruas jalan yang baru dimasuki. Dengan begitu banyak aktivitas di jalan simpang tanpa pengatur masinal juga manual semacam ini, pengamatan kami akan memakan banyak tenaga dan perhatian.
Lihat saja saat ini, belum lagi penelitian kami memasuki waktu pelaksanaannya yang dilakukan pada jam arus variatif yaitu sekitar jam breaklunch hingga over dinner atau katakanlah jam 10 pagi hingga jam 8 malam, situasi sudah mulai tak menyenangkan dilihat. Padahal, jam padat arus di pagi hari yang rata rata dimulai jam 6 pagi dan biasa berlangsung selama dua jam untuk aktivitas masuk kerja atau sekolah harusnya telah berakhir satu jam kebelakang. Tapi, kekacauan kecil di persimpangan ini sepertinya tanpa henti, dengan adanya angkutan umum dan motor atau mobil pribadi yang mengalami beberapa detik agak panjang terjebak di pusat persimpangan karena aktivitas pengendara lain yang sama sama menggunakan ruas jalan ini pada saat bersamaan dan dengan sikap yang sama sama tak sadar berkendaranya.
“Yah, mau nggak mau jadi anak sipil berarti wajib ngilangin rasa malu.” Raihan memakai kacamata hitamnya sambil sedikit bergaya ala narsiser seolah dia merasa dirinya seorang pria paling keren di jagat raya yang super sempit ini lantaran di mana pun tempat itu berada kelakuan manusianya tak akan terlalu jauh berbeda.
“Emang malu kenapa?” tanyaku, jujur saja aku tak terlalu berantusias dengan hal sepele yang sudah dilakukan sejak lama itu. Hanya karena di sisi ini aku harus jadi satu satunya orang yang bersama dengannya maka aku merasa berkewajiban untuk tak membuatnya bosan dan kesepian sangat.
“Emang lu nggak malu bebs? Mejeng di pinggir jalan kayak gini Cuma buat ngawasin mobil motor yang lewat dan nyatet semua itu. Orang bakal bilang apa coba!”
“Orang yang mana?”
“Yang lewat dan yang lihat dong, say.”
“Orang asing. Apa ngaruhnya? Lagian bakal segitu banyaknya, kuping aja nggak bakal bisa denger kok.”
“Kalo ada yang kenal gimana?”
“Tinggal senyum, angkat tangan dan melambai, trus bilang ‘I’m an engineer’.”
“Semudah itu?”
“Kalo bisa mudah kenapa harus milih sulit, hidup aja udah cukup sulit kok.”
“Kenapa lu selalu kelihatan santai? Gua perhatiin, sesusah apapun masa masa kuliah, lu selalu kelihatan nyantei dan asik aja.”
“Karena emang asik.”
“Asik sebelah mananya? Kuliahnya susah, dosennya kasar, prakteknya payah kayak gini.”
Aku tersenyum, “Menurut lu, gimana rasanya ngedate?”
“Ya gitu lah, masa lu nggak tahu. Have fun aja.”
“Kalo cuaca nggak bagus dihari kencan lu, atau babehnya cewek lu nggak terlalu ramah sama lu tiap kali lu ngapelin cewek lu, apa lu bakal gentar, frustasi dan berenti?”
Absolutely not!
Why?
“Karena gua sayang cewek gua.”
“Gua juga. Sipil cinta gua.”
“Sinting lu!”
“Gua serius. Rasa yang lu punya buat cewek lu, pengorbanan yang lu kasih dan ketulusan lu, juga upaya keras lu yang nggak kenal rasa takut atau susah buat cewek lu itu, gua punya dan gua kasih juga buat sipil.”
Raihan menggeleng geleng seraya menyeringai geli.
“Dalam otak gua ilmu sipil itu kayak cowok seksi, nyaris sempurna.”
“Apaan, ngaco lu!”
Aku bergidik. “Emang seksi kok, makin lu kenal makin lu penasaran, itu kan arti seksi, menggoda buat terus digali dan ditelusuri, nggak pernah hilang daya tarik buat terus digauli, dan nyaris sempurna itu juga sifat yang cocok banget buat satu pribadi yang tampak sederhana tapi kompleks didalamnya, segala ada segala bisa.”
“Lu lagi ngomongion sipil apa gebetan lu sih?”
“Bisa dua duanya.” Akuku merasa geli sendiri.
Seorang pria yang kusukai selama ini memang bisa dibilang seperti sipil yang kugeluti. Paras dan penampilan berkualitas tinggi, masa depan menjanjikan, sifat dan pribadinya tampak sederhana tapi kompleks luar biasa. Benar benar identik dengan sifat gabungan ilmu eksakta matematika dan fisika yang dipoles dengan teori teori rekayasa hingga menghasilkan jiwa yang tepat guna, tepat daya serta tepat materia. Satu jenis yang mengemban tanggung jawab besar, kemampuan tinggi serta kecermatan super dalam satu tubuh di satu waktu. Satu hal yang mengandung begitu banyak jumlah tekanan, menyimpan begitu tinggi tingkat tantantangan dan menghasilkan berbagai rupa variasi kepuasan serta kekecewaan.
“Jadi gebetan lu kayak apa hei?” Tanya Raihan. “Selama gua kenal lu, gua nggak pernah tahu lu kencan, pacaran atau pun pedekate kayaknya. Kecuali lu hancurin satu persatu hati cowok yang deketin lu.”
“Ngarang!”
“Jangan pura pura. Gua tahu pasti berapa cowok yang tumbang gara gara lu.”
“Maksud lu?”
“Nggak dikit kan cowok yang lu tolak selama lu kuliah bareng kita?”
Aku menyeringai ringan, tak lebih dari satu detik dan tanpa antusias.
“Cowok yang lu suka pastinya high quality, kan!”
“Kenapa harus?”
“Lihat lu sendiri, charming lu menang, pinter iya, usefull bener bener buat siapa pun, kindness tanpa pilih pilih, galak, cerewet dan ngebossy yang bikin lu nyebelin jadi nggak ada artinya sama sekali. So, pastinya kelas cowok lu juga nggak standar kebawah karena lu juga standar keatas.”
Pujian yang terlalu tinggi.
“Gua serius, swear!” Raihan merentangkan jemari tangan kirinya di dada dan mengacungkan telunjuk serta jari tengah tangan kanannya setinggi kuping.
Thanks!”
“Jadi kayak apa cowok lu?”
“Gua nggak punya.”
“Serius?”
Aku mengangguk.
“Kalo gebetan?”
“Apa sih yang lagi lu coba cari tahu? Kisah cinta gua?”
“Yaa…..kurang lebih gitulah.”
“Kisah cinta gua nggak beda jauh kayak kondisi jalan di Bandung ini, nggak asik dan lama lama ngebetein. Bisa dibilang macet. Nggak bisa maju.”
“Lu digantung?”
“Di tolak.”
Reihan tersedak tiba tiba, “Nggak mungkin ada yang berani nolak lu.” Katanya terdengar seperti meledek.
“Yang nolak gua ada. Satu, bertahun tahun tapi masih gua harepin. Dia kayak sipil, susah, berat dan interesting buat gua. Tapi kayak sipil juga, selalu gua yakinin adalah hidup gua pada akhirnya.”
“Keyakinan lu nggak ketinggian tuh?”
“Gua rasa nggak, itu mimpi yang gua udah pilih. Dan kayak kata pepatah, kita nggak akan bisa ngeraih mimpi kalau nggak pernah milih mimpi.”
“Tetep lu butuh pilihan mimpi kedua buat cadangan kalo kalo yang pertama nggak teraih.”
“Gua nggak perlu cadangan, karena gua sendiri bukan cadangan dan nggak mau jadi pilihan kedua.”
“Lu, bener bener deh! Gua dari dulu selalu silau ngelihat lu, kenapa bisa ada orang kayak lu?”
“Maksud lu?”
“Lu pede dan nyaman jadi diri lu, gimana bisa?”
Yesterday I was always worried people would said ‘she thinked who is she?’, but now I can yeld people confidently, ‘this is who I am!’. Coz, I was falling in love with me.
Raihan mengernyit.
Love your self first!”
“Then. Love civil, heh?
Tawaku meluncur ringan, “Bisaaa, bisaa.”
“Dan lu udah kelihatan sebegitu hebatnya tapi tetep aja masih punya rasa ketidak bahagiaan heh?”
Senyumku mungkin terlihat kecut. “Orang itu, sampe kapan pun akan merasa belum bener bener bahagia atau puas. Karena kodrati diciptain kayak gitu sama Sang Tuhan. Nggak peduli segimana dengan jelas bisa ngelihat satu batasan dan ukuran tetep aja bakal tetep sama sesuai kodratnya. Tapi apa gunanya buat lu tahu soal gua kayak gini?”
 “Yah, cukup bikin tahu pasti lu juga Cuma cewek biasa aja.”
“Emang gua cewek biasa kok. Jadi, right now, just shut up! Dan cepet bawa alat alat keluar dari mobil sekarang, lima menit lagi kita bakalan mulai penelitiannya.”
Raihan tak bicara lagi, melakukan saja yang kuperintahkan, pria itu berlalu masuk ke kursi belakang mobilnya yang jadi tempat kami menyimpan semua peralatan. Tak ada lagi yang bisa kuceritakan padanya, mengenai aku, studiku yang sama seperti dirinya sendirinya, pria pujaanku juga cerita pribadiku, semua hanya hal tak penting yang cukup dilihat saja atau diabaikan saja. Seperti katanya tadi dan akuku tadi, aku hanya gadis biasa, dengan penampilan pas pasan, tanpa sifat hot apalagi gorgeus. Mukaku tak jarang berjerawat, aku tak punya tubuh seksi atau bentuk perut yang flat. Aku punya selulit dikulitku, aku tak terikat aturan diet dan makan apapun dan kapanpun aku mau, aku punya sedikit lebih banyak lemak di ototku dari pada seharusnya dan aku tak mempercantik diriku dengan make up atau gaun mewah. Aku mencintai celana jeans dan sepatu catsiku yang simple, aku terkadang gila dan tak bisa diprediksi, aku juga tak berusaha jadi pribadi seseorang yang bukan aku. Siapapun boleh mencintaiku, sebagian orang menyukaiku dan aku tak takut untuk dibenci. Aku tak menyesal menjadi diriku, dan aku takkan meminta maaf karena menjadi diriku yang sebenarnya meski banyak orang menilaiku rendah dan salah. Aku telah berbuat baik aku juga telah berbuat buruk. Aku adalah aku. Dan berharap juga disukai apa adanya aku karena aku menolak berubah dari jati diriku. Tapi, bila aku menyukai seseorang dan menjatuhkan hatiku padanya, aku akan melakukannya dengan seluruh diriku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar